Connect with us

Tren Kuliner Mewah

Truffle Putih Tren Kuliner Mewah dengan Harga Fantastis dan Cita Rasa Eksklusif

Published

on

Ketika berbicara tentang bahan kuliner paling mewah dan eksklusif di dunia, truffle putih selalu menjadi salah satu yang teratas. Jamur yang tumbuh di bawah tanah ini tidak hanya menjadi simbol prestise dalam dunia gastronomi, tetapi juga menawarkan cita rasa unik yang memikat para pecinta kuliner kelas atas. Dengan harganya yang fantastis hingga mencapai miliaran rupiah per kilogram, truffle putih telah menjadi ikon kemewahan yang dicari oleh chef ternama, restoran berbintang Michelin, dan para kolektor kuliner di seluruh dunia.Namun, apa yang membuat truffle putih begitu istimewa? Mengapa harganya begitu tinggi? Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang truffle putih, mulai dari asal-usulnya, proses pencariannya, penggunaannya dalam dunia kuliner, hingga bagaimana truffle putih menjadi tren kuliner mewah yang terus meningkat dari waktu ke waktu.


Apa Itu Truffle Putih?

Truffle putih adalah salah satu jenis jamur bawah tanah yang tumbuh di sekitar akar pohon tertentu, seperti pohon ek, hazel, atau beech. Truffle ini memiliki nama latin Tuber magnatum dan dikenal sebagai salah satu jenis truffle paling langka dan mahal di dunia. Tidak seperti jamur biasa yang dapat dibudidayakan, truffle putih hanya bisa ditemukan di alam liar, terutama di wilayah Italia utara, seperti Alba di Piedmont, dan beberapa bagian Prancis.Truffle putih memiliki aroma khas yang kuat, sering digambarkan sebagai perpaduan antara aroma tanah yang segar, bawang putih, dan rasa yang lembut seperti kacang atau keju. Kombinasi aroma dan rasa inilah yang membuat truffle putih menjadi bahan kuliner yang sangat diminati.


Mengapa Truffle Putih Begitu Mahal?

Harga truffle putih yang fantastis disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari kelangkaan hingga permintaan yang tinggi di pasar global. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa truffle putih menjadi salah satu bahan kuliner termahal di dunia:

  1. Kelangkaan dan Keterbatasan Wilayah Tumbuh
    Truffle putih hanya tumbuh di wilayah tertentu dengan kondisi tanah, pohon, dan iklim yang sangat spesifik. Wilayah Alba di Italia adalah salah satu tempat paling terkenal sebagai penghasil truffle putih terbaik. Karena habitatnya yang terbatas, ketersediaannya sangat langka.
  2. Musim Panen yang Pendek
    Truffle putih hanya dapat dipanen dalam waktu tertentu, yaitu antara bulan September hingga Desember. Di luar musim tersebut, truffle putih hampir tidak tersedia di pasar, yang menyebabkan harga melonjak drastis.
  3. Proses Pencarian yang Rumit
    Truffle putih tidak dapat ditemukan begitu saja. Dibutuhkan bantuan anjing atau babi yang terlatih untuk mencium aroma khas truffle yang terkubur di bawah tanah. Proses ini memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.
  4. Kualitas dan Aroma yang Unik
    Truffle putih memiliki aroma yang sangat khas dan kompleks, yang tidak dapat ditiru oleh bahan lain. Aroma ini memberikan dimensi baru pada hidangan, menjadikannya bahan yang sangat diinginkan oleh chef dan pecinta kuliner.
  5. Permintaan Tinggi di Pasar Global
    Restoran mewah, chef terkenal, hingga kolektor kuliner di seluruh dunia berlomba-lomba mendapatkan truffle putih terbaik. Permintaan yang tinggi ini membuat harga truffle putih terus meningkat setiap tahunnya.

Sebagai gambaran, harga truffle putih bisa mencapai €2.000 hingga €5.000 per kilogram (sekitar Rp 33 juta hingga Rp 82 juta). Bahkan, truffle putih terbesar pernah dilelang dengan harga €120.000 atau sekitar Rp 2,4 miliar, menjadikannya salah satu bahan kuliner termahal sepanjang sejarah.


Penggunaan Truffle Putih dalam Dunia Kuliner

Truffle putih adalah bahan yang mampu mengubah hidangan sederhana menjadi sebuah karya seni kuliner. Karena harganya yang mahal dan aromanya yang kuat, truffle putih biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan ditambahkan ke hidangan sebagai pelengkap. Berikut adalah beberapa hidangan populer yang sering menggunakan truffle putih:

  1. Pasta dan Risotto
    Hidangan klasik Italia seperti tagliolini dengan mentega atau risotto sering kali menjadi pasangan sempurna untuk truffle putih. Irisan tipis truffle ditambahkan di atas hidangan panas, sehingga aroma dan rasanya langsung menyatu dengan makanan.
  2. Steak dan Daging
    Truffle putih sering digunakan sebagai topping untuk steak atau daging panggang lainnya. Sentuhan truffle memberikan aroma dan rasa yang luar biasa, meningkatkan kelezatan daging berkualitas tinggi.
  3. Telur dengan Truffle
    Kombinasi telur dan truffle putih adalah salah satu yang paling klasik. Truffle dapat ditambahkan pada telur goreng, telur orak-arik, atau omelet untuk menciptakan rasa yang kaya dan mewah.
  4. Pizza Mewah
    Pizza dengan topping truffle putih, keju premium, dan minyak truffle menjadi salah satu inovasi kuliner yang populer di restoran mewah.
  5. Mentega dan Keju Infus Truffle
    Beberapa restoran mewah menawarkan mentega atau keju yang diinfus dengan truffle putih, memberikan sentuhan rasa yang unik pada makanan sederhana seperti roti atau pasta.

Truffle Putih sebagai Tren Kuliner Mewah

Truffle putih bukan hanya bahan kuliner, tetapi juga simbol kemewahan dan prestise. Restoran berbintang Michelin sering kali menggunakan truffle putih sebagai bahan utama dalam menu degustation (tasting menu) mereka. Hidangan ini biasanya ditawarkan dengan harga yang sangat tinggi, bahkan mencapai jutaan rupiah per porsi.Selain itu, truffle putih juga menjadi daya tarik dalam acara kuliner mewah, seperti Alba White Truffle Fair di Italia, yang mempertemukan chef, kolektor, dan pecinta kuliner dari seluruh dunia. Acara ini tidak hanya menampilkan truffle putih terbaik, tetapi juga menyelenggarakan lelang truffle dengan harga yang fantastis.Di era modern, truffle putih juga telah menjadi bagian dari inovasi kuliner, seperti minyak truffle, garam truffle, hingga koktail yang diinfus dengan aroma truffle. Produk-produk ini memungkinkan lebih banyak orang menikmati sentuhan truffle putih, meskipun dalam bentuk yang lebih terjangkau.

Continue Reading

Tren Kuliner Mewah

Tren Kuliner Mewah 2025 Foie Gras Satay yang Membuat Dunia Berdecak Kagum

Published

on

By

Di era ketika kuliner bukan sekadar soal rasa, tapi juga tentang cerita, nilai budaya, dan simbol status, dunia makanan berevolusi lebih cepat dari sebelumnya. Tahun 2025 menandai sebuah tonggak baru dalam tren gastronomi global: munculnya Foie Gras Satay, sebuah hidangan yang pada dasarnya adalah tusuk sate—ikon kuliner jalanan Asia Tenggara—namun diisi dengan salah satu bahan paling mewah dalam dunia masak-memasak: foie gras. Gabungan antara kemewahan klasik Prancis dan kerakyatan otentik Asia ini bukan hanya menggugah rasa, tetapi juga mengguncang tatanan budaya kuliner dunia.

Foie Gras Bertemu Sate: Sebuah Eksperimen yang Berani

Foie gras, secara harfiah berarti “hati gemuk” dalam bahasa Prancis, telah lama menjadi lambang kuliner kelas atas. Dibuat dari hati bebek atau angsa yang diberi makan secara khusus untuk menghasilkan tekstur lembut seperti mentega dan rasa yang dalam, foie gras biasa disajikan dalam bentuk terrine, mousse, atau pan-seared sebagai bagian dari menu fine dining berlapis-lapis.

Sate, di sisi lain, adalah makanan rakyat. Hidangan jalanan yang akrab dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand ini identik dengan tusukan daging yang dibakar di atas arang dan disajikan dengan berbagai jenis saus—kacang, kecap manis, atau sambal. Di tangan para chef kreatif tahun 2025, dua dunia yang sangat berbeda ini bertemu dalam satu piring, menciptakan sesuatu yang tidak hanya unik, tapi juga provokatif.

Dari Warung ke White Tablecloth: Evolusi Rasa dan Nilai

Fenomena Foie Gras Satay pertama kali mencuri perhatian dunia ketika sebuah restoran di Tokyo, yang dikenal sering bereksperimen dengan bahan tradisional dan teknik modern, menampilkan menu “yakitori foie gras” yang disajikan ala sate Madura—dengan sedikit saus manis, sambal halus, dan potongan lontong mungil.

Dari sana, tren ini menyebar cepat ke Singapura, Seoul, Paris, dan bahkan New York. Setiap kota menginterpretasikannya dengan sentuhan lokal:

  • Di Singapura, restoran fine dining memasukkan foie gras satay ke dalam menu tasting sebagai penghormatan terhadap budaya hawker, lengkap dengan sambal belacan dan kecap manis khas.

  • Di Paris, foie gras ditusuk dan dipanggang dengan glaze truffle-soy, lalu disajikan di atas arang mini dalam kotak kayu bergaya Jepang, menciptakan harmoni antara estetika Asia dan kemewahan Eropa.

  • Di Jakarta, beberapa chef muda mulai mempopulerkan versi “Foie Gras Sate Padang” dan “Foie Gras Sate Taichan”, menunjukkan bahwa ruang kreasi ini sangat luas.

Apa yang sebelumnya hanya bisa dinikmati dalam bentuk elegan kini turun ke bentuk yang lebih ‘kasual’—namun tetap mewah secara rasa dan nilai.

Mengapa Dunia Jatuh Cinta?

Fenomena foie gras satay tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan budaya yang lebih besar. Dunia saat ini mendambakan sesuatu yang autentik, tapi juga eksklusif. Berikut beberapa alasan kenapa tren ini begitu meledak:

  1. Fusion yang Masuk Akal
    Tidak semua fusion berhasil. Banyak yang terasa dipaksakan. Tapi kombinasi foie gras dengan bumbu panggang sate yang manis, pedas, dan gurih justru menghasilkan rasa yang seimbang. Lemak foie gras diserap oleh bumbu dan arang, menciptakan profil rasa baru yang memikat.

  2. Cerita di Balik Makanan
    Di era media sosial, makanan bukan hanya untuk dimakan, tapi untuk diceritakan. Foie gras satay menghadirkan kontras visual dan makna budaya yang kuat: bahan paling elit bertemu teknik paling rakyat.

  3. Simbol Gaya Hidup Baru
    Dalam dunia pascapandemi yang lebih sadar akan pengalaman dan narasi, makanan seperti ini menjadi simbol status baru. Mewah tapi tidak angkuh. Tradisional tapi tidak kuno. Ini tentang keberanian mengeksplorasi, bukan sekadar pamer kemewahan.

  4. Didorong oleh Influencer dan Chef Visioner
    Nama-nama besar di dunia kuliner seperti Chef David Wong (Singapura), Chef Marie-Claude Bernard (Paris), dan Chef Ryuji Nakamoto (Tokyo) ikut mempopulerkan tren ini. Dalam hitungan minggu, TikTok dan Instagram dibanjiri video slow-motion foie gras yang ditusuk, dibakar, lalu disantap dengan ekspresi penuh kekaguman.

Kritik, Kontroversi, dan Perdebatan Etis

Tentu, tren ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak mempertanyakan aspek etika produksi foie gras, yang sudah lama menjadi sorotan karena metode pemberian makan paksa (gavage) kepada hewan. Di sisi lain, sebagian orang juga mempertanyakan apakah ini bentuk eksploitasi budaya jalanan, diubah menjadi produk mahal yang justru tak bisa diakses oleh mereka yang membesarkan kuliner tersebut.

Namun banyak juga yang melihatnya sebagai bentuk penghormatan—cara baru mengangkat warisan budaya ke level internasional. Chef Tania Wirawan, pelopor foie gras satay di Jakarta, mengatakan: Bukan soal memanjakan kelas atas, tapi soal memberi tempat bagi makanan rakyat dalam narasi global. Selama kita jujur pada akar rasanya, dan tetap memberi nilai kepada budaya asalnya, ini bukan eksploitasi. Ini evolusi.”

Apakah Ini Akan Bertahan atau Sekadar Tren Musiman?

Setiap tren kuliner punya siklus. Ada yang bertahan dan jadi klasik baru, ada yang hanya lewat sesaat seperti tren rainbow bagel atau donat charcoal. Namun Foie Gras Satay punya potensi besar untuk bertahan lebih lama. Ia tidak hanya kuat secara rasa, tapi juga menyentuh isu-isu yang lebih dalam: asal-usul makanan, aksesibilitas, nilai simbolik, dan cerita manusia di baliknya.

Mungkin kita tidak akan melihatnya di warung pinggir jalan dalam waktu dekat, tapi yang jelas—hidangan ini membuka jalan baru. Foie Gras Satay adalah bukti bahwa masa depan kuliner tidak hanya tentang teknologi tinggi atau bahan langka, tapi tentang keberanian meracik ulang tradisi dengan cara yang penuh makna.

Continue Reading

Tren Kuliner Mewah

Mewah dan Sehat Mengapa v Menjadi Tren Kuliner Masa Kini

Published

on

By

Di tengah kesadaran global akan pentingnya kesehatan, keberlanjutan, dan gaya hidup seimbang, muncul sebuah fenomena kuliner baru yang merangkul semua aspek tersebut dengan cara yang elegan dan penuh cita rasa: vegan fine dining. Jika dulu makanan vegan identik dengan kesederhanaan dan kesan “hambar”, kini ia hadir dalam wajah baru yang memikat lidah dan memanjakan mata—semuanya tanpa melibatkan produk hewani.

Perpaduan Gaya Hidup Sehat dan Kemewahan

Veganisme bukan lagi sekadar tren diet atau gaya hidup alternatif. Ini telah berkembang menjadi sebuah gerakan global yang memengaruhi berbagai industri, termasuk mode, kecantikan, dan tentu saja, kuliner. Vegan fine dining menjadi simbol dari era baru ini—sebuah pernyataan bahwa seseorang bisa menikmati kemewahan tanpa harus mengorbankan kesehatan atau etika.

Restoran vegan kelas atas kini bermunculan di berbagai kota besar dunia, dari New York, Paris, hingga Jakarta dan Bali. Menu yang ditawarkan bukan hanya bebas dari produk hewani, tetapi juga dirancang secara artistik dengan bahan-bahan lokal, organik, dan seringkali eksotis. Setiap sajian adalah karya seni yang menggabungkan estetika, nutrisi, dan filosofi keberlanjutan.

Kenikmatan Tanpa Rasa Bersalah

Salah satu daya tarik utama dari vegan fine dining adalah kenikmatan tanpa rasa bersalah. Tidak hanya bebas kolesterol dan rendah lemak jenuh, hidangan vegan juga lebih ramah lingkungan. Produksi pangan berbasis tumbuhan terbukti membutuhkan lebih sedikit air, lahan, dan menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibanding industri peternakan.

Ini menjadikan pengalaman bersantap tidak hanya lezat, tetapi juga bermakna. Setiap gigitan adalah kontribusi kecil terhadap dunia yang lebih baik—dan hal ini semakin menjadi nilai jual di kalangan konsumen muda yang sadar lingkungan dan sosial.

Kreasi Kuliner yang Revolusioner

Chef di balik vegan fine dining bukan sekadar memasak, mereka bereksperimen dan berinovasi. Dengan tidak adanya bahan hewani, mereka ditantang untuk menciptakan tekstur, rasa umami, dan kompleksitas yang biasanya didapat dari daging, susu, atau telur.

Teknik seperti fermentasi, pengasapan, hingga molekuler gastronomy digunakan untuk menciptakan hidangan yang kompleks dan menggugah. Misalnya, foie gras dari kacang mete, keju dari kacang macadamia yang difermentasi, atau sashimi dari semangka yang dimasak perlahan. Ini bukan sekadar substitusi, melainkan transformasi kreatif dari bahan-bahan nabati menjadi pengalaman gastronomi tingkat tinggi.

Daya Tarik Visual dan Estetika

Dalam vegan fine dining, penyajian adalah bagian penting dari pengalaman. Karena tidak menggunakan bahan hewani, visual dari sayuran, buah, biji-bijian, dan rempah-rempah harus diolah sedemikian rupa agar tetap menggoda.

Hasilnya? Piring-piring yang tampak seperti lukisan. Warna-warna alami dari alam—hijau daun basil, merah bit, kuning kunyit, hingga ungu ubi jalar—diolah menjadi komposisi yang menggoda mata sebelum menggoda lidah. Tidak heran jika banyak menu dari restoran vegan mewah ini berakhir di Instagram sebelum akhirnya disantap.

Dukungan dari Selebriti dan Influencer

Tidak bisa dipungkiri, gelombang vegan fine dining juga didorong oleh dukungan dari para selebriti dan influencer dunia. Tokoh seperti Billie Eilish, Joaquin Phoenix, dan Natalie Portman secara terbuka menyuarakan gaya hidup vegan dan mendorong industri kuliner untuk berinovasi.

Di Indonesia sendiri, muncul figur publik yang mendukung gaya hidup berbasis nabati. Mereka tidak hanya berbagi pengalaman pribadi, tapi juga kerap merekomendasikan restoran vegan yang memiliki cita rasa dan pelayanan premium, menjadikan gaya hidup ini semakin mainstream.

Masa Depan Kuliner yang Berkelanjutan

Vegan fine dining bukan hanya tren sesaat. Ia adalah representasi dari masa depan kuliner—di mana rasa, estetika, kesehatan, dan etika berjalan beriringan. Di dunia yang semakin sadar akan pentingnya menjaga planet dan diri sendiri, konsep ini menjawab kebutuhan konsumen yang ingin menikmati hidup tanpa kompromi.

Kita tidak lagi harus memilih antara lezat atau sehat, elegan atau etis. Vegan fine dining membuktikan bahwa semuanya bisa diraih dalam satu piring, dengan sentuhan seni dan filosofi yang dalam.

Continue Reading

Tren Kuliner Mewah

Rasa yang Tersembunyi Menyelami Tren Kuliner Mewah dengan Molecular Gastronomy

Published

on

By

Siapa yang tidak suka makanan enak? Tapi, pernahkah kamu membayangkan makanan favoritmu disajikan seperti karya seni futuristik yang sepertinya layak masuk pameran museum? Nah, inilah dunia molecular gastronomy—tren kuliner mewah yang tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menggelitik rasa penasaran kita dengan inovasi teknik, presentasi, dan rasa. Yuk, kita bongkar rahasia di balik sensasi ini!

Apa Itu Molecular Gastronomy?

Molecular gastronomy itu ibarat sains bertemu dapur. Konsepnya simpel tapi bikin pusing kepala (dalam cara yang menyenangkan, kok): ini adalah cabang kuliner modern di mana para chef menggabungkan ilmu kimia dan fisika untuk menciptakan hidangan yang unik, penuh inovasi, dan tentunya, Instagrammable! Bayangkan makan steak dalam bentuk busa atau es krim yang mengeluarkan asap seperti naga. Keren, kan?Tren ini sebenarnya bukan hal baru—berakar dari eksperimen kuliner yang mulai populer di awal tahun 2000-an. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, molecular gastronomy terus menjadi pusat perhatian dalam dunia kuliner mewah. Dan, ya, Franklin Barbecue mungkin dikenal karena daging panggangnya yang legendaris, tapi molecular gastronomy adalah “daging panggang” dunia sains kuliner, dengan teknik yang lebih gila!

Mengapa Semua Orang Tertarik?

1. Sensasi Unik yang Menggoda Pancaindra
Molecular gastronomy tidak hanya soal rasa, tetapi bagaimana kita merasakan makanan. Misalnya, hidangan yang mengubah tekstur dari cair menjadi padat di dalam mulutmu—mind blown!
2. Presentasi yang Estetis dan Menggoda
Kalau makanan biasa itu seperti lukisan sederhana, hidangan ala molecular gastronomy adalah masterpiece Picasso. Mulai dari gelembung nitrogen cair berasap hingga warna-warni yang memanjakan mata, setiap sajian adalah karya seni.
3. Pengalaman Tak Terlupakan
Makan bukan lagi hanya sekadar makan. Dengan molecular gastronomy, makanan berubah menjadi pengalaman teatrikal. Kamu bisa melihat makanan “dimasak” di depanmu menggunakan teknik yang tampak seperti trik sulap!

Teknik-Teknik Gila di Balik Molecular Gastronomy

Mungkin kamu bertanya-tanya, “Bagaimana mereka melakukannya?” Tenang, dunia molecular gastronomy punya beberapa trik andalan yang bikin kita semua tercengang:1. Spherification
Apa rasanya kalau sup favoritmu berbentuk seperti kaviar? Dengan teknik ini, cairan diubah menjadi bola kecil dengan membran tipis yang meletus di mulut. Rasanya? Seperti ledakan cita rasa!
2. Nitrogen Cair
Ini adalah bahan wajib bagi chef molecular gastronomy. Nitrogen cair digunakan untuk membekukan makanan dengan sangat cepat, menciptakan tekstur baru dan efek yang dramatis—seperti es krim yang mengeluarkan asap dingin saat dimakan
3. Foam atau Busa
Foam bukan cuma ada di sabun mandi, lho. Dalam molecular gastronomy, busa digunakan untuk menonjolkan rasa tertentu dengan tekstur ringan. Misalnya, busa rasa kopi di atas dessert cokelat? Yum!
4. Deconstruction (Dekonstruksi)
Dekonstruksi adalah seni mengubah hidangan klasik menjadi versi terpisah yang lebih modern. Contoh? Tiramisu yang semua elemennya—biskuit, krim, dan kopi—disajikan secara terpisah, tapi tetap terasa seperti tiramisu saat dimakan.

Kreativitas dan Eksperimen Tanpa Batas

Di dunia molecular gastronomy, kreativitas adalah raja. Para chef bukan hanya juru masak, tetapi juga ilmuwan dan seniman. Mereka bereksperimen dengan bahan-bahan tak biasa seperti alginat, xantan gum, dan nitrogen cair untuk menciptakan hidangan yang tidak hanya lezat tetapi juga penuh kejutan.Chef terkenal seperti Ferran Adrià, Heston Blumenthal, dan Grant Achatz telah membawa molecular gastronomy ke level yang lebih tinggi. Mereka menciptakan hidangan seperti “Meledaknya Zaitun” atau “Es Krim Panas” yang benar-benar membingungkan otak kita. “Apakah ini makanan atau sihir?” pikir kita saat mencicipinya.

Sensasi di Lidah, Seni di Mata

Salah satu daya tarik utama molecular gastronomy adalah estetika penyajiannya. Hidangan ini dirancang untuk menjadi pengalaman multi-indra, menggabungkan rasa, tekstur, aroma, dan visual. Misalnya, sebuah dessert bisa disajikan di atas piring yang menghasilkan aroma kayu manis, lengkap dengan suara gemericik air untuk menambah suasana.Yang lebih menakjubkan, molecular gastronomy tidak hanya soal “gimmick.” Di balik semua drama penyajian ini, ada dedikasi untuk menciptakan rasa yang benar-benar luar biasa. Jadi, meskipun terlihat seperti eksperimen laboratorium, makanan ini tetap memenuhi tujuan utamanya: bikin perut bahagia!

Mewah, Modern, dan Menggugah Selera

Tak bisa dipungkiri, molecular gastronomy sering dikaitkan dengan gaya hidup mewah. Restoran dengan konsep ini biasanya memiliki harga yang tinggi karena bahan-bahan spesial dan teknik yang digunakan. Tapi eh, siapa yang nggak mau merasakan pengalaman makan yang begitu unik dan tak terlupakan?Di sisi lain, molecular gastronomy juga mencerminkan bagaimana sains dan seni bisa bersatu untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Ini bukan soal mengubah makanan menjadi “aneh,” tetapi membawa kuliner ke level berikutnya.

Molecular gastronomy adalah bukti bahwa makanan tidak hanya soal rasa, tetapi juga pengalaman, kreativitas, dan inovasi. Kalau kamu punya kesempatan untuk mencobanya, jangan ragu! Meski terlihat “aneh” atau mahal, sensasi yang ditawarkan pasti membuatmu ingin mengulanginya lagi. Jadi, apakah kamu siap untuk menyelami dunia molecular gastronomy? Siapkan lidahmu untuk petualangan rasa yang luar biasa, dan jangan lupa untuk memotret semuanya sebelum makan. Karena di dunia molecular gastronomy, setiap gigitan adalah seni, dan setiap momen adalah kenangan!

 

Continue Reading

Trending

Copyright © 2017 kulinerbos.com